Daddy issues adalah efek psikologis yang dialami seseorang karena ia memiliki hubungan yang tidak sehat dan kurang harmonis dengan ayahnya, atau bahkan tidak merasakan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya.
Tidak diketahui dengan pasti dari mana istilah daddy issue berasal. Dilansir dari The Verywell Mind, para ahli meyakini bahwa sebutan ini berasal dari pemikiran Sigmund Freud mengenai father complex yang merupakan bagian dari teori psikoanalisis.
Freud mendefinisikan father complex sebagai impuls bawah sadar yang terjadi karena hubungan negatif yang terjalin antara seseorang dengan ayahnya. Kemudian, gagasan ini dikembangkan menjadi dua konsep yaitu oedipus complex dan electra complex.
Gagasan oedipus complex menggambarkan ketertarikan seorang anak laki-laki kepada ibunya dan perasaan bersaing dengan ayahnya. Sebaliknya, electra complex menjelaskan situasi di mana anak perempuan merasa kompetitif dengan orang tua sesama jenisnya, yaitu ibu untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua lawan jenis mereka.
Dalam tesis yang ditulis David Ricardo Inniss, daddy issue diartikan sebagai kurangnya keseimbangan emosional dan psikologis dan/atau depresi kinerja kognitif yang berakar pada pengalaman yang terkait dengan ketidakhadiran seorang ayah. Innis meyakini bahwa figur ayah sangat penting bagi perkembangan anak-anak dan ayah adalah panutan yang paling genting bagi seorang laki-laki.
Awalnya ide mengenai daddy issue hanya terbatas pada hubungan antara anak perempuan dan ayahnya. Namun, studi lebih lanjut menemukan bahwa anak laki-laki juga tidak luput dari permasalahan daddy issue. Meskipun manifestasinya mungkin berbeda dan terkadang tidak, laki-laki juga dipengaruhi oleh trauma yang ditimbulkan oleh figur ayah.
Dampak daddy issue bagi anak perempuan adalah kesulitan dalam membina hubungan dengan lawan jenis saat dewasa nanti. Sementara laki-laki dengan daddy issue mengalami kendala saat ia menjalani kehidupan rumah tangga—berperan baik sebagai suami maupun ayah.
Kehadiran sosok ayah memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan psikologis dan sosial seorang anak. Ini karena pola ikatan antara ayah dan anak yang terbentuk sejak kecil akan memengaruhi cara anak membangun hubungan dengan orang lain di masa depan.
Beberapa riset menunjukkan, anak yang memiliki ikatan yang sehat dengan ayah dan ibunya umumnya akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, lebih cerdas, dan memiliki empati serta karakter yang baik.
Sebaliknya, ikatan ayah dan anak yang kurang baik berisiko membuat anak sulit mempercayai orang lain, ingin selalu mencari perhatian, dan haus kasih sayang.
Seseorang berisiko mengalami daddy issues jika ia memiliki ayah yang bersifat dingin, ditinggal mati oleh ayah ketika masa anak-anak, atau terjebak dalam hubungan yang toxic dengan ayahnya.
Sementara itu, faktor tertentu, seperti gangguan kepribadian, depresi, atau toxic masculinity pada sang ayah, juga bisa membuat hubungannya dengan anak-anaknya menjadi kurang harmonis, sehingga membuat anak berisiko mengalami daddy issues.
Jika kamu punya ciri-ciri daddy issues, cermati beberapa gejala ini:
Tertarik pada orang yang lebih tua
Seseorang yang mengalami daddy issues biasanya cenderung lebih tertarik untuk menjalin hubungan romantis, seperti menikah, dengan orang yang usianya lebih tua.
Ini karena mereka mendambakan kehadiran sosok ayah atau father figure yang bisa memberikan perhatian, kasih sayang, dan rasa aman, yang tidak mereka dapatkan pada masa anak-anak.
Tidak suka sendiri dan mudah kesepian
Orang yang memiliki daddy issues umumnya juga tidak suka kesendirian dan tidak nyaman ketika menghabiskan waktu seorang diri. Mereka pun bisa mudah merasa kesepian, jika tidak memiliki partner hidup yang bisa memberi perhatian dan mengayomi mereka.
Oleh karena itu, mereka akan selalu mencari cara untuk terus berada dalam suatu hubungan, baik dengan mempertahankan hubungan yang ada maupun mencari hubungan yang baru.
Cenderung bersifat posesif
Karena tidak dibesarkan dalam keluarga yang sempurna, orang yang memiliki daddy issues biasanya akan berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan hubungannya. Mereka bahkan akan mencoba untuk menjadi pribadi yang “sempurna” agar tidak ditinggalkan oleh orang kesayangannya.
Kecemasan akan keterikatan pada suatu hubungan
Perempuan dengan daddy issue mengalami kecemasan luar biasa apabila hubungan yang sedang dibinanya tidak berjalan dengan baik. Ia khawatir pada segala kemungkinan terburuk yang bisa dilakukan oleh pasangannya seperti mengkhianati, menyakiti, atau meninggalkannya. Pada fase ini, orang tersebut sangat takut apabila hubungannya berakhir.
Takut menjadi rentan
Saat mengalami trauma karena hubungan negatif yang terjalin dengan ayahnya, perempuan dengan daddy issue enggan mengulangi hal yang sama saat membina hubungan dengan orang lain. Ia memiliki kecenderungan untuk membentengi dirinya sendiri. Sebab, ia enggan menjadi rentan karena suatu hubungan.
Membangun pertahanan bagi diri sendiri tidak ada yang salah, hanya saja seseorang dengan daddy issue tidak melakukannya dengan cara yang sehat. Ia memilih untuk menjadi tertutup atau mencari pembelaan dari orang lain.
Memiliki masalah kepercayaan
Membangun kepercayaan adalah fase yang sangat penting dalam membangun sebuah hubungan. Dengan menaruh kepercayaan, kita mengarahkan baik diri kita maupun pasangan untuk menjadi lebih terbuka dengan satu sama lain. Hal ini mengarahkan pada hubungan yang lebih sehat.
Sayangnya, perempuan dengan daddy issue memiliki kecemasan saat menjalin sebuah hubungan sehingga ia sulit untuk membangun kepercayaan pada pasangannya. Masalah kepercayaan ini muncul sebagai rasa tidak aman, ketakutan berlebihan bahwa pasangannya akan mengkhianati, meninggalkannya, dan berbagai kekhawatiran tentang yang berasal dari masalah pribadi.
Kesulitan menjalankan peran ayah
Inniss dalam tesisnya menyebutkan bahwa kehadiran ayah baik fisik maupun psikis sangat berperan untuk melakukan regenerasi terhadap fatherhood. Banyak laki-laki yang melakukan perannya sebagai ayah dengan melihat atau berkaca pada bagaiman ayahnya memperlakukannya dahulu. Namun, laki-laki yang memiliki daddy issue memiliki kompetensi yang kurang baik saat menjalankan peran sebagai ayah.
Mengatasi Daddy Issue
Meski terlihat sulit karena daddy issue berhadapan dengan memori masa lalu, permasalahan ini tentu bisa diatasi. Melansir dari The Verywell Mind, berikut cara-cara yang disarankan oleh terapis Caitlin Cantor untuk mengatasi permasalahan daddy issue.
1. Mengenali
Pada awalnya anak dengan daddy issue sulit menerima keadaan yang terjadi di masa lalu. Trauma akan hubungan dengan sang ayah kerap menimbulkan penolakan terhadap diri sendiri—menganggap diri tidak berharga, tidak dicintai, tidak layak mendapatkan apapun—hingga beranjak dewasa. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mulai mengakui dan menerima bahwa kita pernah memiliki hubungan yang tidak baik dengan ayah kita di masa lampau.
Setelah bisa menerima trauma tersebut, seseorang dengan daddy issue perlu mengenali seperti apa hubungan yang terjalin dengan ayahnya dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kehidupan sekarang. Selanjutnya kita perlu memberi penegasan atas apa yang terjadi di masa lalu dan di masa sekarang. Artinya, kita memisahkan bahwa trauma masa lalu tidak akan berdampak buruk pada hubungan yang dimiliki saat ini.
2. Meratapi
Sebagai manusia, kita diberikan kesempatan merasakan berbagai macam emosi yang datang karena banyak hal, termasuk hubungan masa lalu dengan figur ayah. Cantor menyarankan bahwa seseorang yang sudah dapat menerima trauma tersebut, bisa menyembuhkan diri dengan merasakan kesedihan, amarah.
Cara tersebut dinilai efektif untuk memberikan kesempatan kepada diri sendiri mengekspresikan perasaan yang tidak dapat kita luapkan saat muda. Ini juga merupakan upaya memenuhi kebutuhan psikologis yang pada masa lalu tidak dapat kita penuhi.
3. Mempelajari
Setelah melalui tahap pengenalan terhadap keyakinan yang terbentuk selama masa kanak-kanak mempengaruhi hubungan saat ini, seseorang dengan daddy issue dapat mulai mengganti keyakinan lama tersebut dengan yang baru dan lebih sehat. Proses ini turut melibatkan kesadaran bahwa ketika menjalin hubungan dengan seseorang kita tidak boleh takut untuk mengevaluasi segala hal yang terjadi dalam hubungan tersebut.
Setelah mengakui hal-hal di masa lalu, seseorang dengan daddy issue dapat mulai belajar untuk terhubung dengan pasangan yang kita inginkan dengan versi lebih ideal. Ini dapat menyelamatkan agar seseorang tidak terus terjerumus ke dalam hubungan yang erat kaitannya dengan kepercayaan lama.
Langkah-langkah tersebut dapat membantu seseorang pulih dari daddy issue. Namun, setiap tahapannya perlu dilalui dengan proses yang mendalam. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, seseorang dengan daddy issue disarankan untuk menemui konselor atau terapis. Cara ini diharapkan dapat membantu memahami permasalahan daddy issue yang rumit. Terapis juga dapat menuntun untuk lebih memahami bagaimana hubungan dengan ayah secara spesifik berperan dengan cara yang tidak sehat dalam hubungan yang dijalin saat ini.
Grameds juga bisa mempelajari daddy issue lewat buku-buku yang berkaitan dengan pentingnya peran ayah dalam tumbuh kembang seorang anak.
0 Komentar